Monday, March 19, 2012

[South Celebes] Gerbang menuju Timur

“Your local time: 09.44, GMT+8.00. Accept update?”

Itu tulisan yang muncul begitu saya menyalakan telepon genggam, sesaat setelah meninggalkan landasan pacu pesawat dan menginjakkan kaki memasuki gedung Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. Berjarak 8 jam garis waktu imajiner dari meridian di Greenwich sana, satu jam lebih cepat dibanding Yogyakarta, Makassar berada dalam zona Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA). WITA sisi timur, lebih tepatnya.

Mengelilingi Nusantara. Melihat negeri ini tanpa jarak. Melebur dalam masyarakat yang sebenarnya, bukan sekadar bersesakan dalam kerumunan raga bergerak di ibukota. Atas nama pemberontakan sunyi terhadap Jawa-sentrisme yang begitu nyata, Indonesia timur begitu menggoda saya. Dan Makassar adalah jalan menuju ke sana.

Makassar memang dikenal sebagai pintu masuk menuju Indonesia timur. Sejak dulu, ketika orang-orang dari benua seberang tergoda aroma rempah yang menguar dari gugus kepulauan timur Nusantara, Makassar telah menjadi bandar dagang utama. Di masa sekarang, kota ini adalah titik transit yang penting. Semua pesawat dan kapal penumpang dari belahan barat Indonesia harus mendarat dan berlabuh dulu di Makassar, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan terus ke timur, seperti ke Ambon atau Sorong. Inilah gerbang yang menghubungkan bagian barat dan timur Indonesia kita.

Meski begitu, jujur saja, Makassar bukan tempat yang menarik bagi saya untuk tinggal. Kota ini tak ubahnya kota-kota besar lain seperti Jakarta, Surabaya, atau Denpasar. Begitu keluar dari bandara, sengatan hawa panas langsung menyergap. Tiba di jalan raya, lajur kendaraan tampak tak beraturan. Motor, mobil pribadi, pete-pete (angkot), becak, bus besar, semua saling berebut tempat paling depan. Pekik klakson bersahut-sahutan memekakkan telinga, membuat pejalan kaki hanya bisa menggerundel dan menghela nafas lelah. Semrawut. Namun bagaimanapun, kota ini adalah gerbang untuk menuju ke timur. Maka, demi mimpi yang selalu mencari celah kesempatan untuk mewujud nyata, sepertinya suatu hari nanti saya akan menjumpai kota ini kembali, eh?


Yogyakarta, 13 Februari 2012
catatan perjalanan Sulawesi Selatan, 29 Januari-2 Februari ‘12

No comments:

Post a Comment