Saturday, January 29, 2011

Gopek


Gopek. Rp 500,00. Lima ratus perak. Apa artinya sekeping logam itu?

Di Jogja, lima ratus rupiah berarti sepotong tempe, atau ditambah lima ratus lagi bisa dapet es teh. Di Jakarta, sekeping gopek itu bisa berarti keributan antara sopir angkot dan penumpangnya, dan sisa perjalanan yang menegangkan karena sang sopir ugal-ugalan sambil ngedumel panjang-lebar.

Tokoh-tokoh
Penumpang, selanjutnya disebut P. Seorang ibu-ibu berusia sekitar 40 tahun, dengan seragam coklat lumpur khas pegawai pemerintahan. Badge di bajunya bertuliskan kejaksaan.
Sopir angkot, selanjutnya disebut S. Abang-abang berusia sekitar 30 tahun, dengan seragam khas sopir angkot Jakarta: kaos belel dan handuk kecil yang disampirkan di pundak.

P mengetuk kap mobil. S tidak mendengar, terus membawa angkotnya lari. P mengetuk lebih keras, tak sabar. “Woi, bang, kiri bang!” Mobil berdecit keras, miring ke kiri.
P turun, menghampiri jendela penumpang di samping sopir. Mengulurkan selembar lima ribu rupiah. S menyerahkan selembar dua ribuan sebagai kembalian. P membelalak.
“Kurang bang!” sentak P.
“Ibu dari Halim kan? Tiga ribu Bu,” sahut S masih berusaha menekan emosi.
“Anda jangan tidak jujur ya! Mana ada dari Halim sampai sini tiga ribu?! Kurang gopek lagi!”
Penumpang lain mulai celingak-celinguk gelisah. S yang melihat gelagat tidak baik cepat-cepat mengorek-ngorek kaleng uang recehnya, menyerahkan sekeping gopek-an setengah hati.
“Dasar, baru jadi sopir angkot aja udah nggak jujur!” desis P sambil berjalan pergi.
“Dasar ibu-ibu bawel! Mentang-mentang PNS! Emang dikira kejaksaan jujur?!” cerocos S sambil mulai menyentak mobilnya. “Pantes aje die kagak mau naik 26. Kalo 26, dari Halim empat ribu tuh. Hah! Untung 19 masih baik! Untung gue masih baik!”
Dan kami, para penumpang yang lain ini hanya bisa mengelus dada dan memekik kecil ketika angkot yang kami tumpangi semakin ugal-ugalan, seiring dengan mood S yang makin bersemangat menggerutu dan merutuk.

“…Hah, pemerintah juga sama aje. Enak bener gaji udah puluhan juta mau dinaikin lagi. Gimana nasib gue yang harus kejer setoran ini? Tarif naik, penumpang marah-marah. Tarif nggak naik, gue yang rugi. Apes… apes…”


No comments:

Post a Comment